Abdurrahman Bin Auf
Abdurrahman bin Auf radhiyallaahu ‘anhu adalah salah satu sahabat nabi yang kaya raya dan dermawan karena kemahirannya dalam berdagang. Ia termasuk salah satu sahabat nabi yang permulaan menerima Islam (Assabiqunal Awwaluun). Ia mendapatkan hidayah dari Allah dua hari sesudah Abu Bakar al-Shiddiq masuk Islam.
Abdurrahman bin ‘Auf adalah seorang shahabat Nabi yang mempunyai banyak keistimewaan, di antaranya adalah beliau diberitahukan masuk syurga ketika masih hidup serta termasuk salah seorang dari enam orang sahabat terbaik Rasulullaah
Kelahiran
Abdurrahman bin ‘Auf dilahirkan pada tahun kesepuluh dari tahun Gajah dan umurnya lebih lebih muda dari Nabi selama sepuluh tahun. Dengan demikian Abdurrahman dilahirkan sekitar tahun 581 M. Namanya pada masa jahiliyah adalah Abdu Amru dan dalam satu pendapat lain Abdul Ka’bah. Lalu Rasulullaah menggantikannya menjadi Abdurrahman. Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Auf bin Abdu Manaf bin Abdul Harits bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah al-Qurasyi al-Zuhri. Nasabnya bertemu dengan Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam pada Kilab bin Murrah. Kinayahnya adalah Abu Muhammad sedangkan laqabnya al-Shadiq al-Barr. Ibunya bernama Asysyifa binti ‘Auf bin Abdu bin al-Harits bin Zuhrah.
Kepribadian
Adalah sosok yang sangat bersegera dalam berinfak. Dialah Abdurrahman bin ‘auf, putih kulitnya, lebat rambutnya, banyak bulu matanya, mancung hidungnya, panjang gigi taringnya yang bagian atas, panjang rambutnya sampai menutupi kedua telinganya, panjang lehernya, serta lebar kedua bahunya. Dia adalah sahabat yang pandai berdagang dan sangat ulet. Maka mulailah ia menjual dan membeli. Selang beberapa saat ia sudah mengumpulkan keuntungan dari perdagangannya.
Disamping itu, ia juga sosok pejuang yang pemberani. Ia mengikuti peperangan-peperangan bersama Rasulullah. Pada waktu perang Badr, ia berhasil membunuh salah satu dari musuh-musuh Allah, yaitu Umair bin Utsman bin Ka’ab At Taimi. Keberaniannya juga nampak tatkala perang Uhud, medan dimana banyak diantara kaum muslimin yang lari, namun ia tetap ditempatnya dan terus berperang sehingga diriwayatkan, ia mengalami luka-luka sekitar dua puluh sekian luka. Akan tetapi perjuangannya di medan perang masih lebih ringan, jika dibanding dengan perjuangannya dalam harta yang dimilikinya.
Keuletannya berdagang serta doa dari Rasulullah, menjadikan perdagangannya semakin berhasil, sehingga ia termasuk salah seorang sahabat yang kaya raya. Kekayaan yang dimilikinya, tidak menjadikannya lalai. Tidak menjadi penghalang untuk menjadi dermawan.
Diantara kedermawanannya, ialah tatkala Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam ingin melaksanakan perang Tabuk. Yaitu sebuah peperangan yang membutuhkan banyak perbekalan. Maka datanglah Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallaahu ‘anhu dengan membawa dua ratus ‘uqiyah emas dan menginfakkannya di jalan allah. Sehingga berkata Umar bin Khattab, ”Sesungguhnya aku melihat, bahwa Abdurrahman adalah orang yang berdosa karena dia tidak meninggalkan untuk keluarganya sesuatu apapun.” Maka bertanyalah Rasulullah kepadanya, ”Wahai Abdurrahman, apa yang telah engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Dia menjawab, ”Wahai Rasulullah, aku telah meninggalkan untuk mereka lebih banyak dan lebih baik dari yang telah aku infakkan.” ”Apa itu?” tanya Rasulullah. Abdurrahman menjawab, ”Apa yang dijanjikan oleh allah dan RasulNya berupa rizki dan kebaikan serta pahala yang banyak.”
Suatu ketika datanglah kafilah dagang Abdurrahman di kota Madinah, terdiri dari tujuh ratus onta yang membawa kebutuhan-kebutuhan. Tatkala masuk ke kota Madinah, terdengarlah suara hiruk pikuk. Maka berkata Ummul Mukminin, ”Suara apakah ini?” Maka dijawab, ”Telah datang kafilah Abdurrahman bin ‘Auf.” Ummul Mukminin berkata, ”Sungguh aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Aku melihat Abdurrahman masuk surga dengan keadaan merangkak’.” Ketika mendengarkan berita tersebut, Abdurrahman mengatakan, ”Aku ingin masuk surga dengan keadaan berdiri. Maka diinfakkanlah kafilah dagang tersebut.”
Beliau juga terkenal senang berbuat baik kepada orang lain, terutama kepada Ummahatul Mukminin. Setelah Rasulullah wafat, Abdurrahman bin Auf selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Menyertainya apabila mereka berhaji, yang ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi Abdurrahman. Dia juga pernah memberikan kepada mereka sebuah kebun yang nilainya sebanyak empat ratus ribu.
Puncak dari kebaikannya kepada orang lain, ialah ketika ia menjual tanah seharga empat puluh ribu dinar, yang kemudian dibagikannya kepada Bani Zuhrah dan orang-orang fakir dari kalangan muhajirin dan Anshar.
Ketika Aisyah radhiyallaahu ‘anha mendapatkan bagiannya, ia berkata, ”Aku mendengar Rasulullah bersabda, “tidak akan memperhatikan sepeninggalku, kecuali orang-orang yang bersabar. Semoga Allah memberinya air minum dari mata air Salsabila di surga.”
Diantara keistimewaan Abdurrahman bin Auf, bahwa ia berfatwa tatkala Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam masih hidup. Rasulullah juga pernah shalat di belakangnya pada waktu perang tabuk. Ini merupakan keutamaan yang tidak dimiliki orang lain.
Abdurrahman bin Auf, juga termasuk salah seorang sahabat yang mendapatkan perhatian khusus dari Rasulullah. Terbukti tatkala terjadi suatu masalah antara dia dan Khalid bin Walid, maka Rasulullah bersabda, ”Wahai Khalid, janganlah engkau menyakiti salah seorang dari Ahli Badr (yang mengikuti perang Badr). Seandainya engkau berinfak dengan emas sebesar gunung Uhud, maka tidak akan bisa menyamai amalannya.”
Disamping memiliki sifat yang pemurah dan dermawan, ia juga sahabat yang faqih dalam masalah agama.
Berkata Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu: Suatu ketika kami duduk-duduk bersama Umar bin Khattab. Maka Umar berkata, ”apakah engkau pernah mendengar hadits dari Rasulullah yang memerintahkan seseorang apabila lupa dalam shalatnya, dan apa yang dia perbuat?” Aku menjawab, ”Demi Allah, tidak pernah wahai Amirul Mukminin. Apakah engkau pernah mendengarnya?” Dia menjawab, ”Tidak pernah, demi Allah.” Tatkala kami sedang demikian, datanglah Abdurrahman bin Auf dan berkata, ”Apa yang sedang kalian lakukan?” Umar menjawab, ”Aku bertanya kepada Ibnu Abbas,” kemudian ia menyebutkan pertanyaannya. Abdurrahman berkata, ”aku pernah mendengarkan tentang hal itu dari Rasulullah.” “Apa yang engkau dengar wahai Abdurrahman?” Maka ia menjawab, ”Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Apabila lupa salah seorang diantara kalian di dalam shalatnya, sehingga tidak tahu apakah ia menambah atau mengurangi, apabila ragu satu raka’at atau dua raka’at, maka jadikanlah satu raka’at, dan apabila ia ragu dua raka’at atau tiga raka’at, maka jadikanlah dua raka’at, dan apabila ia ragu tiga raka’at atau empat raka’at, maka jadikanlah tiga raka’at, sehingga keraguannya di dalam menambah, kemudian sujud dua kali dan dia dalam keadaan duduk sebelum salam, kemudian salam.”
Hijrah Bersama Rasul
Abdurrahman memeluk agama Islam sebelum Rasulullah saw menjadi rumah al-Arqam sebagai pusat dakwah.Ia mendapatkan hidayah dari Allah Subhana Wa Ta’ala dua hari sesudah Abu Bakar al-Shiddiq masuk Islam. Seperti orang-orang yang pertama masuk islam lainnya, Abdurrahman pun tidak luput dari penyiksaan dan tekanan kaum kafir Quraisy. Namun hal tersebut tidak membuatnya bergeming sedikitpun, sekalipun maut akan menjemputnya. Ia tetap sadar dan konsisten membenarkan dan mengikuti risalah yang dibawa oleh Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam. Lantaran konsistennya dalam menegakkan panji-panji Islam dan menjadi pengikut setia Rasulullah, kemudian ia menjadi salah seorang pelopor bagi orang-orang yang hijrah untuk Allah dan Rasulnya.
Abdurrahman turut hijrah ke Habasyah (sekarang Ethiopia-red) bersama kawan-kawan seiman untuk menyelamatkan diri dari tekanan kaum Quraisy yang tak henti-hentinya menteror mereka. Tatkala Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam dan para sahabat hendak melakukan hijrah ke Madinah, Abdurrahman termasuk orang yang menjadi pelopor kaum Muslimin untuk mengikuti ajakan Nabi yang mulia ini. Di kota Madinah, Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam banyak mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshor. Di antaranya Abdurrahman radhiyallaahu ‘anhu yang dipersaudarakan dengan Saad bin Rabi’ al-Anshory radhiyallaahu ‘anhu.
Seperti layaknya para muhajirin lainnya yang meninggalkan kota Mekkah, Abdurrahman bin Auf di samping meninggalkan kota kelahirannya Mekkah juga meninggalkan seluruh harta yang dimilikinya sehingga setibanya di Madinah beliau tidak memiliki apapun harta dan bahkan beliau tidak memiliki isteri.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, sesungguhnya Abdurrahman bin Auf telah dipersaudarakan (oleh Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam) dengan Sa’ad bin al-Rabi’ al-Ansari tatkala tiba di Madinah. Lalu Sa’ad berkata kepadanya: Saudaraku! Saya adalah salah seorang penduduk Madinah yang punya banyak harta, pilihlah dan ambillah/ dan saya juga mempunya dua orang isteri, lihatlah salah satunya yang mana yang menarik hatimu sehingga saya bisa mentalaknya untukmu. Abdurrahman menjawab semoga Allah memberkatimu pada hartamu dan keluargamu (akan tetapi) tunjukkanlah di mana letak pasarmu.
Merekapun menunjukkan pasar, maka beliaupun melakukan transaksi jual beli sehingga mendapatkan laba (yang banyak) dan telah mampu membeli keju dan lemak. Kemudian tidak lama berselang iapun sudah dipenuhi oleh wewangian (menikah). Lalu Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam bertanya: “apa gerangan yang terjadi denganmu?”, Ia menjawab: “Wahai Rasulullah, aku telah menikah. Baginda bertanya: apa maharnya? Ia menjawab: “emas sebesar biji kurma”. Baginda bertanya kembali: “buatlah walimah (pesta perkawinan) walaupun dengan satu ekor kambing”.
Rasulullah sangat jeli melihat keadaan Abdurrahman bin Auf sehingga beliau dipersaudarakan dengan Sa’ad bin al-Rabi’ yang merupakan salah seorang penduduk Madinah yang mempunyai banyak harta. Persaudaraan ini membuahkan hasil yang sangat kuat sekali bagi terjalinnya ikatan yang sangat kuat di antara keduanya. Hal ini digambarkan ketika Sa’ad bin al-Rabi’ menawarkan setengah kekayaannya untuk dibagi percuma dan istrinya yang dicintai untuk dinikahi oleh Abdurrahman bin Auf. Abdurrahman. Walaupun Sa’ad bin al-Rabi’ menawarkannya didasarkan oleh niat tulus ikhlas namun Abdurrahman bin Auf bukanlah tipe manusia yang memanfaatkan kesempatan sehingga beliau menolak secara halus dengan ungkapan semoga Allah memberkatimu, keluargamu dan hartamu.
Abdurrahman bin Auf boleh miskin materi, tapi ia tidak akan pernah menjadi miskin mental. Jangankan meminta, ia pun pantang menerima pemberian orang selain upahnya sendiri. ‘Tangan di bawah’ sama sekali bukan perilaku mulia. Abdurrahman bukan hanya tahu, melainkan memegang teguh nilai itu. Ia pun memutar otak bagaimana dapat keluar dari kemiskinan tanpa harus menerima pemberian orang lain. Ia hanya minta ditunjukkan jalan ke pasar. Ia pun pergi ke pasar dan mengamatinya secara cermat. Dari pengamatannya ia tahu, pasar itu menempati tanah milik seorang saudagar Yahudi. Para pedagang berjualan di sana dengan menyewa tanah tersebut, sebagaimana para pedagang sekarang menyewa kios di mal.
Kreativitas Abdurrahman pun muncul. Ia minta tolong saudara barunya untuk membeli tanah yang kurang berharga yang terletak di samping tanah pasar itu. Tanah tersebut lalu dipetak-petak secara baik. Siapa pun boleh berjualan di tanah itu tanpa membayar sewa. Bila dari berdagang itu terdapat keuntungan, ia menghimbau mereka untuk memberikan bagi hasil seikhlasnya. Para pedagang gembira dengan tawaran itu karena membebaskan mereka dari biaya operasional. Mereka berbondong pindah ke pasar baru yang dikembangkan Abdurrahman. Keuntungannya berlipat. Dari keuntungan itu, Abdurahman mendapat bagi hasil. Semua gembira. Tak perlu makan waktu lama, Abdurrahman keluar dari kemiskinan, bahkan menjadi salah seorang sahabat Rasul yang paling berada.
Kegigihannya dalam berdagang juga seperti yang beliau ungkapkan sendiri: “aku melihat diriku kalau seandainya akau mengangkat sebuah batu aku mengharapkan mendapatkan emas atau perak”.
Sumbangan di Jalan Allah Subhana Wa Ta’ala
Laba dari perniagaannya yang semakin meningkat dari ke hari tidaklah menyebabkan beliau menjadi manusia yang pelit dan kikir serta jauh dari jalan Allah. Bahkan beliau tidak segan-segan untuk menyumbangkan hartanya di jalan Allah dan disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa beliau menyumbangkan setengah dari hartanya. Hal ini seperti disebutkan Zuhri bahwa Abdurrahman bin Auf menyumbangkan setengah dari hartanya sebanyak empat ribu dirham pada masa Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam.
Kemudian beliau menyumbangkan empat ribu dirham, kemudian empat puluh dinar, kemudian lima ratus kuda perang di jalan Allah, kemudian seribu lima ratus tunggangan/ rahilah di jalan Allah, dan semua penghasilannya bersumber dari perniagaan.
Kemurahan hatinya untuk menyumbangkan hartanya di jalan tidak hanya berhenti dengan menyumbangkan setengah dari hartanya bahkan dalam kesempatan lainnya disebutkan bahwa beliau menyumbangkan keseluruhan hartanya.
Hal ini seperti diceritakan oleh Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu bahwa manakala Abdurrahman bin Auf ditimpa oleh sebuah penyakit beliau mewasiatkan sepertiga hartanya, maka tatkala sembuh beliau menyumbangkan sendiri dengan tangannya, kemudian berkata: Wahai sahabat Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam.: saya akan memberikan sebanyak empat ratus dinar ke atas semua pasukan Badar, lalu Utsman dan beberapa orang lainnya datang menemuinya: lalu orang-orang bertanya kepadanya: Wahai Abu Umar, bukankah anda orang kaya? Ia berkata: ini adalah wasiat dari Abdurrahman dan bukan sedekah, dan ia termasuk harta yang halal. Maka ia menyumbangkan sebanyak seratus lima puluh ribu dinar kepada mereka, lalu tatkala menjelang malam beliau duduk sendiri di rumahnya, lalu menuliskan sebuah memo untuk dibagikan semua hartanya kepada para muhajirin dan Anshar, bahkan beliau menulis bajunya yang dipakainya dalam memo tersebut, dan tidak ada satupun yang disisakannya kecuali dibagikan semuanya kepada kaum fakir.
Ketika menunaikan shalat shubuh di belakang Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam turunlah Jibril dan berkata: Wahai Muhammad sesungguhnya Allah berfirman kepadamu: “Kirimkanlah salam saya buat Abdurrahman dan terimalah semua memonya kemudian kembalikanlah semua kepadanya dan katakan kepadanya: “Allah telah menerima sedekahmu dan ia adalah wakil Allah dan wakil Rasul-Nya maka kembangkanlah hartanya sesuai dengan kemauannya, dan kelolalah hartanya sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya dan ia tidak akan diminta pertanggungjawaban dan beritahulah kabar gembira (ia dijamin masuk syurga).”
Disamping menyumbangkan hartanya untuk fakir miskin dan orang-orang tertentu beliau juga diceritakan merupakan orang yang paling banyak memerdeka-kan hamba. Dalam sebuah riwayat Ja’far bin Burqan berkata: saya pernah mendengar bahwa Abdurrahman bin Auf telah memerdekakan hamba sebanyak tiga puluh ribu jiwa. Dan Abu Amr berkata: dalam satu riwayat disebutkan bahwa beliau memerdekakan sebanyak tiga puluh hamba dalam satu hari.
Keutamaan Abdurrahman bin Auf
Ke-Islam an Abdurrahman bin Auf sejak dini menjadikan beliau sebagai pribadi yang paling pertama menghadapi kerasnya penentangan dari penduduk Quraisy Mekkah, sehingga akhirnya beliau dan beberapa sahabat lainnya diizinkan oleh Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam berhijrah ke Habsyah pada gelombang pertama.
Menurut para ulama, pemilihan kota Habsyah (Ethiopia) sebagai tujuan hijrah pada masa itu disebabkan Habsyah adalah merupakan sebuah negara yang tidak mempunyai ikatan diplomasi dengan negara-negara Arab sehingga dalam hukum international di era modern disebutkan bahwa negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik maka tidak boleh melakukan ektradisi terhadap orang yang berlindung di dalam negaranya.
Dan ini merupakan pemilihan yang sangat tepat dari Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam dan diceritakan bahwa ketika utusan Quraisy membujuk Najasyi agar mengusir para muhajirin dari bumi Habsyah, beliau berkata bahwa saya tidak akan melakukan kecuali setelah mengetahui alasan dari pribadi tersebut. Dan ternyata setelah mendengarkan penjelasan dari Ja’far bin Abi Thalib, Najasyi mengembalikan semua hadiah yang diberikan oleh utusan Quraisy dan mengusir keduanya serta menjamin keamanan seluruh kaum muslimin di negaranya.
Abdurrahman bin Auf merupakan di antara para shahabat yang mendapatkan beberapa keistimewaan di antaranya:
- Menjadi Imam Shalat Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa dalam satu peperangan Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam menjadi makmum Abdurrahman bin Auf. Dalam cerita panjang lebar Amr bin Wahab mengatakan bahwa al-Mughirah bin Syu’bah menyebutkan bahwa menjelang shubuh hari Nabi mengajak al-Mughirah untuk menemaninya membuang hajat. Setelah buang hajat Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam memintanya untuk mengambalikan air wudhu’ namun ternyata mereka sudah terlambat karena rombongan sedang menunaikan shalat yang diimami oleh Abdurrahman bin Auf. Ketika itu ia mencoba untuk menghentikan shalat jemaah tersebut dengan kembali mengumandangkan azan namun Nabi s.a.w. melarangnya sehingga Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam. menjadi makmun kepada Abdurrahman bin Auf. Dalam satu hadits lainnya diriwayatkan oleh al-Mughirah: Nabi tidak meninggal sehingga menjadi makmum orang shalih dari ummatnya.
- Calon Penghuni Syurga
Beliau merupakan salah seorang shahabat Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam yang dijamin masuk syurga Diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Zayd berkata: Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam berkata: sepuluh orang yang dijamin masuk syurga: Abu Bakar, Umar, Ali, Utsman, Zubair, Thalhah, Abdurrahman bin Auf, Abu Ubaidah bin al-Jarrah dan Sa’ad bin Abi Waqqas. Beliau berkata: beliau telah menyebutkan satu persatu dari yang sembilan orang dan kemudian berhenti sejenak pada bilang yang kesepuluh. Maka orang bertanya-tanya: kami memohon kepadamu atas nama Allah siapakah orang yang kesepuluh? Beliau menjawab: kalian meminta keseriusan saya atas nama Allah, (orang yang yang kesepuluh adalah) Abu al-A’war (kinayah terhadap Sa’id bin Zaid).
- Kecintaan Nabi SAW. terhadap Abdurrahman bin Auf r.a.
Ummu Salamah radhiyallaahu ‘anha menceritakan bahwa Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Sesungguhnya yang akan menjaga kamu sekalian sepeninggalku adalah al-Shadiq al-Bar (Abdurrahman bin Auf), Ya Allah hidangkanlah minuman mata air syurga kepada Abdurrahman bin Auf.”
Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam juga bersabda: “Engkau adalah orang kepercayaan penduduk bumi dan engkau juga orang kepercayaan penduduk langit.”
- Ayat al-Quran yang Memujinya
Al-Quran memuji keutamaannya, di antaranya seperti yang diriwayatkan dari Saib tentang firman Allah ta’ala (Al-Baqarah: 267) diturunkan untuk Utsman radhiyallaahu ‘anhu dan Abdurrahman bin Auf radhiyallaahu ‘anhu
Adapun tentang Abdurrahman bin Auf diceritakan bahwa ia menyumbangkan empat ribu dirham kepada Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam lalu ia berkata: sebenarnya saya punya delapan ribu dirham (akan tetapi) saya tinggalkan empat ribu dirham untuk diri sendiri dan keluarga sedangkan empat ribu dirham saya sumbangkan di jalan Allah, maka Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: semoga Allah memberkati apa yang telah engkau tinggalkan dan apa yang telah engkau sumbangkan.
- Salam dan berita masuk syurga dari Allah
Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu berkata: “manakala kafilah dagang Abdurrahman bin Auf kembali dari Syam langsung dibawa kepada Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam lalu Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam berdoa untuknya agar dimasukkan syurga, lalu turunlah Jibril berkata: Sesungguhnya Allah mengirimkan salam untukmu dan berkata: kirimkanlah salam saya kepada Abdurrahman bin Auf dan sampaikan berita gembira beliau masuk syurga.”
- Penghargaan Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam
Abu Umar dan beberapa orang lainnya berkata: “Abdurrahman bin Auf ikut dalam perang Badar dan semua peperangan lainnya, beliau tetap setia membentengi Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam pada perang Uhud, salah seorang dari sepuluh orang yang dijamin masuk syurga, salah seorang dari delapan orang yang terdahulu masuk syurga, salah seorang dari enam orang anggota syurga yang disaksikan oleh Umar bahwa Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam telah ridha terhadap mereka, salah seorang dari lima orang yang masuk Islam dalam tangan Abu Bakar.
Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam pernah mengutusnya ke Dumah al-Jandal, memakaikan surban dan menyalipnya pada ke dua bahunya lalu berkata kepadanya: “pergilah dengan mengucapkan bismillah” dan mewasiatkannya beberapa wasiat, dan berkata kepadanya: “jika Allah memberi kemenangan kepadamu maka kawinilah anak perempuan dari pemimpin mereka”, atau disebutkan berkata anak perempuan raja mereka sedangkan pemimpin mereka adalah al-Asbagh bin Tha’labah al-Kalibi lalu ia-pun mengawini anak perempuannya Tamadhur dan ia adalah ibu dari anaknya Abi Salamah.
- Kekuatan Iman Abdurrahman bin Auf radhiyallaahu ‘anhu Diakui Rasulullaah
Ubaidillah bin Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud berkata: Bahwa Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam memberikan (sesuatu) kepada khalayak ramai dan tidak memberikan apapun kepada Abdurrahmah bin Auf sedangkan ia berada dalam khalayak tersebut, lalu Abdurrahman bin Auf keluar dari barisan tersebut dalam keadaan menangis, maka Umar bin Khattab melihat dan berkata: apa yang membuatmu menangis? Ia menjawab: Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam memberikan sesuatu kepada orang ramai padahal saya ada di tengah orang-orang tersebut, maka aku takut Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam tidak memberikan sesuatu kepadaku disebabkan oleh hal yang tidak disukai dariku. Beliau berkata: lalu Umar masuk menemui Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam dan menceritakan peristiwa yang dialami oleh Abdurrahman bin Auf, lalu Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam berkata: Saya tidak marah kepadanya akan tetapi telah menyerahkannya kepada keimanannya.
- Orang yang sudah bahagia dalam perut ibunya
Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf berkata: manakala Abdurrahman bin Auf terlelap sebentar kemudian bangun kembali lalu bercerita: sesungguhnya telah datang kepadaku dua orang malaikat yang berperawakan menakutkan lalu keduanya berkata: ikuti bersama kami untuk diadukan kepada Allah. Ia berkata: lalu keduanya dijumpai oleh seorang malaikat maka berkata: mau dibawa kemana lelaki tersebut? Keduanya menjawab: kami mau mengadukannya kepada Allah. Ia berkata: lepaskanlah ia karena sesungguhnya ia telah dituliskan sebagai lelaki bahagia sedangkan ia masih dalam kandungan ibunya.
- Keilmuannya
Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu bahwa ketika Umar menuju ke Syam dan manakala sampai di Sara’ beliau dikabarkan bahwa Syam telah dilanda oleh penyakit waba’ (penyakit menular), lalu mengumpulkan semua sahabat Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam dan meminta pendapat, sehingga muncullah berbagai pendapat namun beliau menyetujui pendapat untuk kembali (agar tidak meneruskan perjalanan). Tiba-tiba muncullah Abdurrahman bin Auf yang menghilang beberapa saat karena buang hajat lalu berkata: Sesungguhnya saya sangat mengerti masalah ini, karena aku pernah mendengar Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: apabila terjadi penyakit menular di suatu tempat maka janganlah kamu masuk ke dalamnya dan apabila terjadi di suatu tempat sedangkan kamu berada di dalamnya maka janganlah kamu keluar darinya karena lari dari penyakit tersebut.
- Rujukan Umar
Anas radhiyallaahu ‘anhu menceritakan bahwa peminum khamar Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam dijatuhkan hukuman pecut dengan pelepah kurma dan sandal sebanyak empat puluh kali dan demikian juga Abu Bakar. Seterusnya Anas radhiyallaahu ‘anhu menceritakan ketika Umar diangkat menjadi Khalifah: “sesungguhnya orang kampung telah datang ke kota, apa pendapat kalian tentang hukum peminum khamar?” Lalu Abdurrahman bin Auf berkata: kita menetapkan hukumannya di bawah hukuman hudud, maka (Umarpun) menetapkan hukuman sebanyak delapan puluh kali pecut.
- Ketawadhuannya
Walaupun beliau merupakan sosok shahabat Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam yang telah dijanjikan masuk syurga namun beliau titel tersebut tidak menyebabkan beliau lupa diri. Sa’id bin Jubair berkata: Abdurrahman bin Auf tidak dapat dibedakan di antara hamba sahayanya.
Wafat
Abdurrahman bin Auf meninggal pada tahun 31 H, dalam pendapat lain disebutkan pada tahun 32 H ketika berumur 75 tahun. Dalam pendapat lain disebutkan berumur 72 tahun. Beliau dimakamkan di pemakaman Baqi’ yang diimami oleh Utsman berdasarkan wasiatnya.
Diriwayatkan oleh Ibnu al-Najjar di dalam kitab Akhbar al-Madinah dengan sanadnya dari Abdurrahman bin Humaid dari Bapaknya berkata: ketika ajal hendak menjemputnya Aisyah mengirimkan seseorang kepadanya supaya dikuburkan di sisi Rasulullah dan kedua saudaranya, maka ia menjawab: saya tidak mau menyempitkan ruang rumahmu karena sesungguhnya saya telah berjanji kepada Ibnu Maz’un siapa saja yang meninggal maka akan dikuburkan di sisi sahabatnya dan dengan demikian makam Utsman bin Maz’un dan Abdurrahman bin Auf berada di sisi qubah Ibrahim bin Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam
Harta Warisan
Abdurrahman bin Auf meninggalkan dua puluh delapan anak lelaki dan delapan anak perempuan. Hal yang sangat menarik sekali bahwa walaupun sudah menyumbangkan hampir keseluruhan hartanya di jalan Allah. namun beliau masih meninggalkan harta warisan yang sangat banyak sekali. Dalam sebuah riwayat dari Muhammad, beliau menceritakan bahwa di antara harta peninggalan Abdurrahman bin Auf adalah emas murni sehingga tangan para tukang merasa kewalahan (lecet) untuk membagikannnya dan empat orang isterinya masing-masing menerima harta warisan sebanyak delapan puluh ribu dinar.
Abu Amr berkata: “beliau adalah seorang pedagang sukses dalam bidang bidang perniagaan, sehingga mendapatkan laba yang sangat banyak dan meninggalkan sebanyak seribu unta, tiga ratus kambing, seratus kuda perang yang digembalakan di daerah Naqi’ dan mempunyai lahan pertanian sehingga kebutuhan keluarganya setahun dipasok dari hasil tanaman tersebut.”