Imam Besar Masjidil Haram dari Indonesia
Ulama besar yang menjadi Imam Masjidil Haram dari non Arab yang pertama kali adalah Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Nama lengkap beliau Al ‘Allamah Asy Syaikhul Ahmad Khatib bin Abdul Latif bin ‘Abdurrahman bin ‘Abdullah bin ‘Abdul Azis Al Khatib Al-Minangkabawi Al Jawi Al Makki Asy Syafii Al Atsari rahimahullah.
Dilahirkan pada tahun 26 Mei 1860 M di Koto Tuo, Agam, Sumatera Barat, Syaikh Ahmad mengenyam pendidikan dasar di kampungnya kemudian melanjutkan ke Sekolah Raja atau Kweek School.
Syaikh Ahmad Khatib selain belajar pada pendidikan formal yang saat itu dikelola Belanda, beliau juga belajar ilmu agama dari ayahnya, Syaikhul Abdul Lathif. Untuk memperdalam ilmu agama, ayahnya mengajak menunaikan ibadah haji pada usia yang relatif masih kecil.
Setelah selesai melakukan rukun-rukun haji, Ahmad Khatib ditinggal di sana. Sang ayah kembali ke tanah air. Mulai saat itulah Ahmad Khatib belajar pada ulama-ulama besar dari mazhab syafi’i yang ada di Masjidil Haram.
Guru-guru syaikh Ahmad Khatib di antaranya:
- Umar bin Muhammad bin Mahmud Syatha Al Makki Asy Syafii
- Utsman bin Muhammad Syatha Al Makki Asy Syafii
- Bakri bin Muhammad Zainul Abidin Syatha ad-Dimyathi Al Makki Asy Syafii
- Ahmad bin Zaini Dahlan
- Yahya Al Qalyubi Muhammad Shalih Al Kurdi
Syaikhul Ahmad Khatib Al Minangkabawi merupakan pelajar yang cerdas. Semangat beliau terlihat dari ketekunan dan kesungguhan dalam proses belajar mengajar. Syaikh Umar Abdul Jabbar dalam Siyar wa Tarjim menuturkan, “Ia adalah santri teladan dalam semangat, kesungguhan, dan ketekunan dalam menuntut ilmu serta bermudzakarah malam dan siang dalam pelbagai disiplin ilmu. Karena semangat dan ketekunannya dalam muthalaah dalam ilmu pasti seperti matematika, aljabar, perbandingan, handazah. Haiat, pembagian waris, ilmu miqat, dan zij, ia dapat menulis buku dalam disiplin ilmu-ilmu itu tanpa mempelajarinya dari guru.”
Menjadi Imam Besar Masjidil Haram
Awal diangkatnya Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi sebagai Imam besar Masjidil Haram, ada dua versi yang beredar. Pendapat pertama dari Umar Abdul Jabbar, Jabatan imam dan khatib itu diperoleh Syaikhul Ahmad Khatib berkat permintaan Shalil Al Kurdi, sang mertua, kepada Syarif Aunur Rafiq agar berkenan mengangkat Syaikhul Ahmad Khatib menjadi imam dan khatib.”
Pendapat kedua berasal dari Buya Hamka, “Abdul Hamid bin Ahmad Al Khatib suatu ketika dalam sebuah shalat berjamaah yang diimami langsung Syarif Aunur Rafiq. Di tengah shalat, ternyata ada bacaan imam yang salah. Mengetahui itu Syaikhul Ahmad Khatib yang ketika itu menjadi makmum, dengan berani membetulkan bacaan imam. Setelah usai shalat, Syarif Aunur Rafiq bertanya siapa gerangan yang telah membenarkan bacaannya tadi. Lalu ditunjukkannya Syaikhul Ahmad Khatib yang tak lain adalah menantu sahabat karibnya, Shalih Al Kurdi, yang terkenal dengan keshalihan dan kecerdasannya itu. Akhirnya Syarif Aunur mengangkat Syaikhyul Ahmad Khatib sebagai imam dan khatib masjidil Haram untuk mazhab Syafii.”
Kiprah Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi yang cemerlang membawa perubahan pada adat masyarakat Minang. Adat istiadat yang waktu itu bertentangan dengan syariat Islam dihapus dan diganti dengan hukum Islam. Bahkan Syaikh Ahmad Khatib dalam bukunya yang berjudul Irsyadul Hajara fi Raddha alan Nashara dengan tegas menolak dan mengkritik konsep trinitas yang dianut agama Kristen.
Kepakaran Syaikh Ahmad Khatib juga terlihat dalam ilmu falak yang digunakan untuk menetapkan awal dan akhir Ramadan. Beliau juga menguasai ilmu geometri yang bermanfaat untuk menetapkan arah kiblat.
Karya Imam Ahmad Khatib Al Minangkabawi
Keilmuan Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi tertuang dalam beberapa kitab yang ditulis dalam bahasa Arab dan bahasa Melayu dengan tulisan Arab, di antaranya:
- Hasyiyah An Nafahat ala Syarhil Waraqat lil Mahali
- Al Jawahirun Naqiyah fil A’mail Jaibiyah
- Ad-Dai’il Masmu ala Man Yuwarritsul Ikhwah wa Auladil Akhwan Ma’a Wujudil Ushul wal Furu’
- Raudhatul Hussab
- Mu’inul Jaiz fi Tahqiq Ma’nal Jaiz
- As Siyuf wal Khanajir ala Riqab Man Yad’u lil Kafir
- Al Qaulul Mufid ala Mathla’is Sa’id
- An Natijah Al Mardhiyyah fi Tahqiqis Sanah Asy Syamsudin wal Qamariyyah
- Ad Durratul Bahiyah fi Kaifiyah Zakati Adz Dzurratil Habasyiyyah
- Fathul Khabir fi Basmalatit Tafsir.
Sebagai ulama besar yang menjadi imam Masjidil Haram, Syaikh Ahmad Khatib juga menjadi rujukan umat Islam dari penjuru dunia. Murid-murid beliau yang menonjol sekaligus menjadi ulama besar di antaranya:
- Syaikh Abdul Karim bin Amrullah, ayah Buya Hamka
- Muhammad Darwis atau yang lebih dikenal sebagai Ahmad Dahlan bin Abu Bakar bin Sulaiman, pendiri organisasi masyarakat Muhammadiyah
- Muhammad Hasyim As’ari, salah satu pendiri organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama
- Abdul Halim Majalengka, pendiri organisasi masyarakat Khairiyyah dan Al Irsyad
Menelurkan banyak kitab yang bermanfaat bagi umat Islam dan mendidik calon ulama-ulama yang kelak melanjutkan syiar Islam, menjadikan nama Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi tersimpan di hati umat Islam hingga nanti. Beliau mengembuskan napas terakhri ketika berusia 56 tahun. Satu ulama besar sekaligus Imam Besar Masjidil Haram telah memenuhi panggilan Allah. Jenazah beliau dimakamkan di Mekkah.