Cara Menghilangkan Najis
Najis adalah kotoran yang harus dihilangkan sebelum melaksanakan ibadah. Penjelasan mengenai dan cara menghilangkan najis dijelaskan secara detail dalam artikel ini.
Macam-Macam Najis
Najis Dari Manusia
Macam-macam najis yang berasal dari manusia adalah
- Air Kencing. Diriwayatkan dari Anas ra, bahwasanya ada seorang Arab kencing di dalam masjid, lalu Rasulullah saw memerintahkan shahabat untuk mengambil setimba air, dan disiramkan di atasnya.
- Kotoran (Tahi). Baik kotoran manusia maupun hewan adalah najis. Adapun najisnya kotoran manusia didasarkan pada ijma’ shahabat. Ibnu Mas’ud meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya ia berkata, “Nabi saw hendak buang air besar, dan aku disuruhnya untuk mengambilkan tiga buah batu. Lalu, aku mendapatkan dua buah batu, dan aku mencari sebuah lagi, akan tetapi tidak kudapatkan. Aku pun mengambil tahi kering lalu aku berikan kepadanya. Kedua batu itu diterima Nabi saw, namun beliau membuang tahi itu, seraya berkata, “Ini najis”.[HR. Imam Bukhari]
- Kenajisan muntah, baik dari manusia maupun hewan ditetapkan berdasarkan ijma’ shahabat.
- Madziy termasuk najis, berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ali ra, bahwasanya ia berkata, “Saya adalah seorang laki-laki yang sering keluar madziy. Lalu, hal itu aku beritahukan kepada Nabi saw. Beliau bersabda, “Jika engkau melihat madziy, maka cucilah kemaluanmu”. Madziy adalah cairan encer berwarna putih atau kekuningan yang keluar dari farji. Menurut Imam Ibnu Shalah, jika musim dingin, ia berujud cairan putih lengket, sedangkan pada saat musim dingin berwarna kekuningan encer (tidak terlalu lengket), dan kadang-kadang keluarnya tidak disadari. Kebanyakan terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki. Adapun pada laki-laki ia keluar khusus saat berhasrat kepada wanita.[i]
Adapun wadi, ia juga najis. Sebab, wadi keluar dari kemaluan, maka hukumnya sama dengan kencing. Wadi adalah air lengket yang keluar setelah air kencing, atau ketika memikul sesuatu yang berat.[ii] Sedangkan air mani, ia tidaklah najis, tetapi suci.
Mani adalah cairan lengket atau kental yang keluar saat lelaki mengalami orgasme dalam hubungan suami isteri, atau pada saat bermimpi, atau karena sebab-sebab lain, seperti onani dan lain sebagainya. Diriwayatkan dari Aisyah ra, bahwasannya, di atas baju Nabi saw terdapat mani, sedangkan beliau saw sedang mengerjakan sholat. Riwayat ini menunjukkan, bahwa mani tidaklah najis. Seandainya mani itu najis, tentunya Rasulullah saw tidak akan sholat dengan baju terkena najis.
Najis Yang Berasal Dari Hewan
Macam-macam najis yang berasal dari hewan adalah:
- Semua bagian tubuh anjing adalah najis. Ketentuan ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, di mana Rasulullah saw bersabda, “Menyucikan bejanamu yang dijilat anjing, ia dengan mencucinya sebanyak tujuh kali, mula-mulanya dengan tanah”.
- Babi termasuk najis, berdasarkan firman Allah swt;
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (145)
“Katakanlah: “Tiadalah Aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – Karena Sesungguhnya semua itu kotor”. [TQS Al-An’aam (6):145]
- Bangkai adalah hewan yang mati begitu saja tanpa disembelih tidak dengan sembelihan syariat. Termasuk bangkai adalah potongan tubuh dari binatang hidup. Ini didasarkan pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Waqib al-Laitsi, bahwasanya Nabi saw bersabda,”Apa yang dipotong dari binatang pernah, sedangkan ia masih hidup adalah bangkai”. [HR. Imam Tirmidziy]. Dikecualikan dari itu, (1) bangkai ikan dan belalang, Ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar ra, bahwasanya Nabi saw bersabda, “Telah dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah. Yakni, bangkai ikan dan belalang, serta hati dan limpa”. [HR. Imam Ahmad]. (2) bangkai manusia, binatang yang tidak mempunyai darah mengalir, seperti semut, lebah, dan lain sebagainya.
Najis Yang Berasal Dari Manusia dan Hewan
Macam-macam najis yang berasal dari hewan dan manusia adalah:
- Darah yang mengalir atau tertumpah, termasuk najis. Diriwayatkan dari Asma’ binti Abu Bakar ra, bahwasanya ada seorang wanita menemui Nabi saw dan berkata, “Salah seorang diantara kami, bajunya terkena darah haidl. Lalu, apa yang mesti kami lakukan? Koreklah, gosok-gosoklah, lalu cucilah dengan air, barulah kemudian sholat”.[HR. Bukhari dan Muslim]. Adapun nanah, maka ia termasuk najis. Sedang air nanah, jika ia berbau maka ia najis, jika tidak maka ia tidak najis. Adapun hati dan limpa, keduanya bukan termasuk najis. Begitu juga darah hewan-hewan yang darahnya tidak mengalir, semua ini tidak najis.
- Kencing hewan yang boleh dimakan dagingnya dan yang tidak boleh dimakan dagingnya. Sejumlah ulama berpendapat bahwa air kencing binatang yang boleh dimakan dagingnya adalah suci, tidak najis. Sedangkan hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya adalah najis. Pendapat ini dipegang oleh Imam Malik, Imam Ahmad, Al-Zuhriy, al-Nakha’iy, Auza’iy, al-Tsauriy, Imam Syaukaniy, dan sejumlah pengikut madzhab Hanafi; seperti al-Hasan; sejumlah pengikut madzhab Syafi’iy, semisal Ibnu Mundzir, Ibnu Huzaimah, Ibnu Hibban, al-Ishthakhariy. Sedangkan ulama lain, berpendapat bahwa kencing hewan yang boleh dimakan dagingnya maupun yang tidak boleh dimakan dagingnya adalah najis. Ini adalah pendapat Imam Syafi’iy, Imam Abu Hanifah, Abu Tsaur, dan Al-Hasan. Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat kedua. Dengan demikian, kencing semua hewan, baik yang boleh dimakan dagingnya maupun tidak, adalah najis.
- Binatang Jallalah dan Daging Keledai Jinak. Binatang jallalah termasuk najis. Sebab, ada larangan dari Rasulullah saw untuk mengendarai, memakan daging, dan susunya. Dari Ibnu ‘Abbas ra dituturkan, bahwasanya ia berkata, “Rasulullah saw melarang kami meminum susu binatang jallalah”. [HR. Khamsah, kecuali Ibnu Majah dan menurut Imam Turmudziy, hadits ini hasan]. Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Nabi saw, bahwasanya beliau saw melarang mengendarai binatang jallalah. Binatang jallalah adalah binatang yang terlalu banyak memakan kotoran manusia maupun hewan, hingga baunya atau warnanya berubah. Hanya saja, jika ia telah dikarantinakan di tempat yang bersih, tidak lagi memakan kotoran, dan telah bau tubuhnya kembali normal, maka ia halal (suci). [Kitab al-Majmu’, Juz 9/26. Maktabah Syamilah] Adapun mengenai kenajisan daging keledai jinak, ini didasarkan pada riwayat Imam Ahmad, bahwasanya ‘Umar bin Syu’aib menuturkan sebuah riwayat dari bapaknya, dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah saw melarang memakan daging keledai jinak, begitu pula hewan jallalah, baik mengendarai maupun memakan dagingnya”.[HR. Imam Ahmad, Nasaa’iy, dan Abu Dawud][iii]
Najis Yang Tidak Berasal Dari Hewan dan Manusia
Najis yang berasal dari bukan hewan dan bukan manusia adalah khamer. Khamer itu termasuk najis. Ketentuan ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Tsa’labah al-Khusyaniy.
أنه سأل رسول الله قال «إنَّا نجاور أهل الكتاب وهم يطبخون في قدورهم الخنزير، ويشربون في آنيتهم الخمر، فقال رسول الله: إن وجدتم غيرها فكلوا فيها واشربوا ، وإن لم تجدوا غيرها فارحَضوها بالماء، وكلوا واشربوا » رواه أبو داود بإسناد صحيح
“Sesungguhnya ia bertanya kepada Rasulullah saw, “Kami bertetangga dengan ahlul kitab, sedangkan mereka memasak babi di periuk-periuk mereka, dan biasa meminum khamer di wadah-wadah mereka”. Rasulullah saw menjawab, “Jika engkau mendapatkan wadah-wadah lain, maka makanlah dan minumlah dengan wadah itu. Namun, jika engkau tidak mendapatkan wadah lain, maka cucilah wadah-wadah itu dengan air, lalu makan dan minumlah dengannya”.[HR. Abu Dawud, dengan isnad shahih]
Cara Menghilangkan Najis
Pada dasarnya, salah satu syarat sahnya sholat adalah sucinya badan, pakaian, dan tempat sholat dari najis. Jika macam-macam najis di atas mengenai badan, baju, atau tempat untuk sholat, maka wajib dihilangkan.
Adapun tata cara menghilangkan najis dapat diringkas sebagai berikut;
- Jika badan, pakaian, atau wadah terkena najis anjing dan babi, maka harus dicuci sebanyak tujuh kali, dan salah satu diantaranya dengan menggunakan tanah. Ketentuan ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan al-Nasaaiy; bahwasanya Nabi saw bersabda;
إذا ولغ الكلب في إناء أحدكم فلْيُرِقْه، ثم لِيغسلْه سبعَ مِرارٍ
“Jika seekor anjing menjilat bejana kalian, maka tumpahkanlah isinya, lalu cucilah bejana itu sebanyak tujuh kali“.Ketentuan ini juga berlaku bagi babi.
- Kencing bayi laki-laki yang belum diberi makan selain air susu ibu (ASI), boleh dihilangkan dengan cara diperciki, dan tidak harus dicuci. Adapun bayi laki-laki yang telah diberi makan selain ASI, dan kencing bayi perempuan harus dicuci dengan air. Ketentuan ini didasarkan pada hadits berikut ini’
«أنها أتت رسول الله بابنٍ لها لم يبلغ أن يأكل الطعام، قال عبيد الله: أخبرتني أن ابنها ذاك بال في حِجْر رسول الله ، فدعا رسول الله بماء فنضحه على ثوبه ولم يغسله غسلاً » رواه مسلم والبخاري وأحمد
Ummu Qais mendatangi Rasulullah saw dengan membawa bayinya laki-lakinya yang belum sampai usia untuk diberi makan. ‘Abidullah berkata, “Ummu Qais menceritakan kepadaku bahwa bayinya kencing di pangkuan Rasulullah saw. Lalu, Rasulullah saw meminta air, dan memerciki bajunya, dan tidak mencucinya“.[HR. Imam Muslim, Bukhari dan Ahmad]
- Adapun najis-najis lain, selain macam-macam najis di atas, caranya menghilangkan najis perlu dirinci. Jika najisnya berupa benda padat, misalnya bangkai, kotoran, dan sebagainya, maka ia tidak bisa dihilangkan dengan cara dicuci. Akan tetapi, bendanya harus dibuang, kemudian tempatnya dicuci. Jika najisnya berujud benda cair, seperti kencing, darah, khamer, dan lain sebagainya; cara membersihkannya cukup dengan dicuci sekali saja. Ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, bahwasanya ada seorang laki-laki Arab kencing di dalam masjid. Rasulullah saw memerintahkan para shahabat untuk mengambil seember air, dan menyiramkannya di atas air kencing itu.
- Jika di bawah sepatu atau sandal terkena najis, cara menghilangkan najisnya digosok-gosokkan di atas tanah. Jika najisnya kering, najis itu dianggap hilang (alias suci) dengan cara menggosok-gosokkan di atas tanah. Namun, jika najisnya cair, ia tidak hilang meskipun telah digosok-gosokkan di atas tanah. Cara menghilangkannya harus dicuci dengan air.
- Menghilangkan najis hanya bisa dengan air; baik najisnya berujud darah maupun yang lainnya; kecuali memang ada nash-nash yang mengkhususkan. Misalnya, sucinya kulit bangkai binatang jika telah disamak; sucinya sandal dengan cara menggosok-gosokkan di atas tanah, jika najisnya kering, dan lain sebagainya.
[i] Imam Abu Bakar bin al-Said Mohammad Syathaa al-Dimyathiy, I’anat al-Thaalibiin, Juz 1/83
[ii] Syaikh Wahbah al-Zuhailiy, Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, Juz 1/261
[iii] Lihat penjelasan Imam Nawawiy dalam Syarah Shahih Muslim, Juz 13/94. Maktabah Syamilah